Semarang (hidayatullahjateng.id) – Pada 10 September 2024, Gedung Dakwah Hidayatullah Jateng menjadi tempat digelarnya Forum Struktural dengan tema “Marketing, Branding, Selling itu Penting.” Acara ini dihadiri oleh Ketua DPD, perwakilan Yayasan, Amal/Badan Usaha, hingga Organisasi Pendukung (Orpen) se-Jawa Tengah. Tujuan dari forum ini adalah untuk meningkatkan pemahaman para pemimpin organisasi tentang pentingnya strategi marketing, branding, dan selling dalam membangun serta memperkuat eksistensi organisasi di masyarakat.
Dalam sesi utama, Ust. Akhmad Ali Subur, SE., Ketua DPW Hidayatullah Jawa Tengah, menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan organisasi dengan cara menciptakan dan mempertahankan anggota atau simpatisan, mengacu pada pandangan Peter Drucker yang menyebutkan bahwa “tujuan semua organisasi adalah menciptakan dan mempertahankan customer.”
Branding: Warisan Tak Kasat Mata Bagi Organisasi
Menurut Ust. Akhmad, branding adalah warisan terbesar yang dapat ditinggalkan oleh seorang pemimpin organisasi. Mengutip pepatah “gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan branding,” beliau menegaskan bahwa brand merupakan perpaduan antara nama organisasi dan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan branding yang kuat, organisasi mampu menciptakan loyalitas di kalangan anggotanya.
Beliau juga menyampaikan bahwa branding menciptakan aset yang tidak terlihat namun sangat penting bagi keberlangsungan organisasi, sedangkan selling lebih berkaitan dengan penciptaan aset yang terlihat, yaitu hasil nyata dari penjualan atau penggalangan dana. Dengan demikian, branding mampu membangun citra positif di benak publik, sementara selling mendukung kebutuhan operasional organisasi.
Marketing: Dari Marketing 1.0 hingga 5.0
Dalam paparan berikutnya, Ust. Akhmad menjelaskan bahwa marketing telah berevolusi dari Marketing 1.0 hingga Marketing 5.0. Setiap fase memiliki fokus yang berbeda dalam memahami hubungan antara produk/jasa yang ditawarkan organisasi dan dampaknya terhadap anggota atau simpatisan.
1. Marketing 1.0 menekankan pada produk atau program yang ditawarkan organisasi. Fokusnya adalah “Apa produk atau program yang disediakan?”
2. Marketing 2.0 mulai memperhatikan manfaat yang diperoleh dari produk atau program tersebut, dengan fokus pada “Apa manfaat bagi anggota?”
3. Marketing 3.0 lebih mendalam, mempertanyakan bagaimana produk atau program tersebut dapat mengubah anggota menjadi lebih baik. Pertanyaan kuncinya adalah “Siapa anggota setelah menggunakan produk/program?”
4. Marketing 4.0 memperhatikan aspek komunitas, yaitu “Siapa yang bersama anggota dalam pengalaman ini?”
5. Marketing 5.0 mengintegrasikan teknologi dan data untuk memahami lebih dalam kebutuhan anggota dan bagaimana memenuhi harapan mereka secara personal.
Membangun Brand Organisasi yang Kuat
Ust. Akhmad mengutip Walter Landor yang mengatakan bahwa “produk diciptakan di pabrik, tetapi brand diciptakan di pikiran.” Dalam konteks organisasi, produk bisa berupa program, kegiatan, atau layanan yang diberikan kepada masyarakat, namun brand adalah persepsi yang dibentuk di pikiran para anggota, simpatisan, dan publik secara umum.
Proses ini dikenal sebagai 3 Step Brand Journey, yaitu:
1. Brand Blueprint, merancang makna atau pesan yang ingin disampaikan organisasi.
2. Brand Delivery, bagaimana makna tersebut dikomunikasikan kepada publik.
3. Brand Equity, bagaimana makna tersebut diterima oleh publik dan menjadi persepsi umum tentang organisasi.
Kesimpulan
Forum ini berhasil memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana marketing, branding, dan selling sangat berperan dalam membangun dan mempertahankan keberlanjutan organisasi. Dengan branding yang kuat, marketing yang tepat, dan selling yang efektif, sebuah organisasi tidak hanya akan dikenal luas, tetapi juga akan mendapatkan dukungan loyal dari anggotanya. Forum ini menjadi momentum penting bagi para pemimpin organisasi di lingkungan Hidayatullah Jawa Tengah untuk memperkuat strategi mereka dalam menjalankan amanah organisasi.
*/EE