Home Berita Kader Jenius dan Pemberani: Mengenang Perjuangan Ust. Ahmad Bashori

Kader Jenius dan Pemberani: Mengenang Perjuangan Ust. Ahmad Bashori

143
0

Dua puluh tahun lalu, saya dipertemukan dengan sosok pemuda cerdas dan berprinsip kuat, seorang alumni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dari Fakultas Bahasa dan Sastra. Namanya Ust. Ahmad Bashori, atau yang akrab saya sapa Pak Bas. Keahliannya dalam bidang sastra tak perlu diragukan, ditambah dengan pengalamannya sebagai editor yang membuatnya akrab dengan berbagai buku berbobot.

Februari 2004, saya bersama Ust. Saryo melaksanakan rekrutmen calon guru di Pesantren Hidayatullah Yogyakarta. Saat itu, Pak Bas menjadi salah satu peserta seleksi untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY. Sejak awal, ia menunjukkan komitmen dan kecerdasan yang luar biasa. Tak butuh waktu lama, ia mendapat tugas pertamanya sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Hidayatullah Kudus, yang saat itu masih dalam tahap perintisan. Selain mengajar, ia juga diberikan tanggung jawab tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Dari sinilah saya sering berdiskusi dengannya, merancang program demi kemajuan sekolah.

Keteguhan dan dedikasinya terhadap Hidayatullah semakin nyata ketika pada awal 2008 saya menawarinya tugas baru—merintis sekolah di Grobogan. Setelah berdiskusi dengan istrinya, ia dengan penuh keyakinan menyatakan kesiapannya. Di tanah baru itu, ia mencurahkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk membangun Pendidikan Integral Berbasis Tauhid (PIBT) Grobogan. Dari satu amanah ke amanah lain, ia jalani dengan penuh tanggung jawab—mulai dari Kepala Sekolah SD, merintis SMP, hingga menjadi pengurus yayasan.

Namun, Pak Bas bukan hanya seorang pendidik yang tekun, ia juga seorang pemikir kritis. Dalam tim pendidikan Hidayatullah Jawa Tengah, gagasan-gagasannya selalu menjadi bahan diskusi yang menarik. Ketajaman berpikirnya sudah terasah sejak menjadi mahasiswa. Ia berani mengkritisi regulasi pemerintah yang dinilainya merugikan rakyat, tak segan menyuarakan kebenaran meski harus menghadapi risiko besar. Sikap tegasnya dalam menyampaikan kritik kerap membuat akun media sosialnya diblokir. Baginya, tidak ada tempat untuk setengah-setengah dalam perjuangan—baik dalam dunia pendidikan maupun dalam membela kepentingan umat.

Kini, Pak Bas telah berpulang. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi kita semua, terutama bagi mereka yang pernah merasakan keteguhan dan ketulusannya dalam mendidik serta memperjuangkan kebenaran.

Selamat jalan, Pak Bas. Allah lebih menyayangimu, dan surga telah menantimu.

*/Usman Wakimin